BAHAN PENGAWET CCB

 

Bahan pengawet CCB merupakan campuran garam tembaga, chrom, dan boron. Diperkenalkannya bahan pengawet ini antara lain dimaksudkan untuk mengembangkan bahan pengawet yang  dapat mencegah serangan soft rot. Jamur pelunak kayu ini, praktis menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah dan air. Golongan jamur ini lebih banyak menyerang jenis-jenis kayu daun lebar, meskipun jenis-jenis kayu daun jarum pun diserangnya juga. Terhadap bahan pengawet dengan bahan aktif fluor, boron, dan arsen, golongan jamur ini sangat resisten dan diperlukan retensi yang sangat tinggi, sehingga dianggap tidak ekonomis. Tetapi bahan pengawet yan mengandung bahan aktif tembaga dapat menahannya.


Untuk menanggulangi masalah soft rot ini, di samping bahan pengawet CCA yang memang mengandung tembaga, dikembangkan juga bahan pengawet yang mengandung bahan aktif tembaga, chorm dan boron. Bahan pengawet ini dapat dipakai untuk proses vakum-tekan dengan kensentrsi minimum 3,5%, sedangkan untuk kayu yang berhubungan dengan air harus dipakai larutan 5%. Bahan pengawet ini dapat juga dipakai untuk proses rendaman dengan konsentrasi 10%.

Karena CCB tidak mengandung arsen atau fluor, maka bahan pengawet ini dianggap kurang berbahaya jika misalnya dipindahkan dengan bahan pengawet FCAP. Selain dari fiksasi tembaga, bahan pengawet ini diharapkan juga mampu mengikat boron dalam jumlah yang cukup banyak untuk dapat menahan serangan jamur yang resisten terhadap tembaga, dikatakan bahwa fiksasi tembaga pada bahan pengawet ini mencapai 98-99%, sedangkan fiksasi boron berkisar antara 10-18%.

Uji Penetrasi CCB

Untuk mengetahui penembusan bahan pengawet ke dalam kayu, dapat dilakukan pengujian berdasarkan uji penetrasi tenbaga atau boron.
Persyaratan Retensi dan Penetrasi CCB
Pada semua metode pengawetan kayu bangunan perumahan dan gedung retensi dan penetrasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Retensi bahan aktif (kg/m2)                  Penetrasi (mm)
Bangunan di bawah atap 8,0                           10
Bangunan di luar atap                                     10

ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer